Rabu, 16 November 2011

Perbedaan Interpretasi Antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak, 12 bank di periksa Ditjen Pajak

Saat ini ada 12 bank dalam pemeriksaan pajak. Sebagian telah selesai diperiksa dan mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Ketua Bidang Hukum dan Tata Kelola Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Herwidayatmo mengemukakan hal itu dalam seminar "Permasalahan Perpajakan Industri Perbankan" di Jakarta, Kamis (10/11/2011).

Dari kondisi ini muncul pertanyaan dari kalangan perbankan. ”Apakah yang dilakukan perbankan selama ini benar?” ujar Herwidayatmo.

Herwidayatmo, yang juga Wakil Direktur Utama PT Bank Permata Tbk, saat ditanya wartawan, berdalih, pemeriksaan sebenarnya akibat perbedaan interpretasi antara wajib pajak dan pemeriksa pajak. ”Perbanas bahkan sudah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan, mengajak bersama-sama menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.

Solusi atas perbedaan interpretasi tersebut, ujar Herwidayatmo, bank membayar lebih dulu kekurangan pajak sebagaimana perhitungan pemeriksa pajak. Selanjutnya, menjalani proses di pengadilan pajak. ”Perbankan bukan mengemplang pajak, ya. Kami, kan, membayar pajak berdasarkan aturan undang-undang, yang memang bisa menimbulkan perbedaan interpretasi,” ujar dia.

Aturan yang menimbulkan kemungkinan beda interpretasi itu di antaranya perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Badan atas pencadangan biaya penghapusan kredit.

Aturan lain yang juga mungkin berbeda interpretasi adalah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atas transaksi murabahah yang dilakukan perbankan syariah sebelum 1 April 2010.

Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono menambahkan, pemeriksaan bank tersebut dilakukan secara acak oleh pemeriksa pajak, bukan akibat kesalahan prosedur oleh bank. Sejauh ini, isu-isu perpajakan selalu diperhatikan serius oleh bank. ”Pada akhirnya, kalau pembukuan rapi, bank bisa terhindar dari masalah apa pun, termasuk pajak,” ujar Sigit. (IDR)

sumber : kompas.com, 11 november 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar