Selasa, 15 November 2011

KETIDAKSINKRONAN anggaran belanja pusat yang tertera pada Undang-Undang APBN 2012. Tanya Kenapa ???


KETIDAKSINKRONAN anggaran belanja pusat yang tertera pada Undang-Undang APBN 2012 dan jumlah perinciannya sangat mengherankan. Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafy menilai ada indikasi penggembungan dana terkait perbedaan itu.

"Ada indikasi mark-up yang dilakukan pemerintah dan komisi di DPR terkait rincian belanja pusat APBN 2012. Itu karena ketika dijumlahkan enggak nyambung," tandas Uchok, kemarin.

Proses penggembungan dana tersebut, tukas Uchok, mungkin terjadi di komisi atau di badan anggaran. "Setelah di banggar, dikembalikan lagi ke komisi, mungkin bisa terjadi di situ. Atau bisa jadi di banggar, karena banggar memiliki kewenangan untuk memotong program yang tidak disukai," imbuhnya.

Belanja pemerintah pusat dalam laporan Badan Anggaran DPR mengenai pembahasan RUU APBN 2012 yang telah disahkan menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR, akhir pekan lalu, disepakati Rp964,997 triliun.

Namun, setelah diuraikan, total belanja pemerintah pusat yang juga disertakan dalam laporan banggar nilainya hanya Rp952,53 triliun. Angka itu berselisih Rp12,47 triliun ketimbang nilai yang disepakati.

Kepala Kebijakan Fiskal Kemenkeu Bambang PS Brodjonegoro dan Dirjen Anggaran Kemenkeu Herry Purnomo yang dimintai konfirmasi terkait dengan selisih angka itu enggan berkomentar. Di pihak lain, Ketua Banggar DPR Melchias Markus Mekeng tidak menjawab telepon maupun pesan singkat Media Indonesia.

Anggota banggar dari Fraksi PDIP Dolfie OFP mengaku belum mengetahui adanya selisih belanja pusat di APBN 2012 antara yang di UU dan jumlah perinciannya. "Saya akan cek lagi karena ini penting," ujar Dolfie saat dihubungi, kemarin.

Menurut Dolfie, pada pembahasan terakhir sebelum sidang paripurna, semua data telah sesuai. "Saat membahas terakhir, semuanya kompak. Artinya semua datanya sesuai."

Namun, Dolfie akan memeriksa kembali pidato Ketua Banggar DPR Melchias Markus Mekeng. "Saya cek lagi, mungkin ada yang dijelaskan tapi tidak terungkap. Kalau ditemukan, saya akan lihat apa itu terkait dengan substansi atau soal teknis pengetikan."

Menurut Uchok, setelah disahkan di sidang paripurna, APBN tidak bisa diverifikasi lagi sehingga harus langsung dibuat keputusan presiden (keppres). "Kalau sudah disahkan enggak boleh diverifikasi ulang. Kalau pemerintah melakukannya, itu melanggar UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sedangkan DPR melanggar UU MD3."

Pengamat ekonomi Aviliani mengatakan DPR harus menjelaskan sekecil apa pun terjadinya perbedaan biaya di APBN. "Harusnya kalau ada perbedaan angka anggaran dalam hal ini berkurang, harus dijelaskan secara terperinci," kata Aviliani, kemarin.

Kesalahan tersebut, lanjut dia, seharusnya bisa dihindari bila DPR dan pemerintah mempunyai dokumen yang sama terkait dengan rencana kerja pemerintah. (*/X-7)

windy@mediaindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar