Minggu, 20 Februari 2011

perekonomian indo: tugas 2,,PERLUKAHCAMPUR TANGAN PEMERINTAH DALAM PEREKONOMIAN (penetapan harga)

GABAH
( Kasus kebijakan penetapan harga dasar gabah )

Latar belakang
Belum lama ini kita bangsa Indonesia menghadapi krisis moneter yang sampai sekarang masih belum dapat diselesaikan. Sebagai akibat dari krisis tersebut salah satu dampaknya pada sektor pangan yang kita kenal dengan istilah sembako. Salah satu dari sembako itu adalah beras. Dimana beras ini termasuk dalam pengendalian kebijakan pemerintah yang dikendalikan melalui penetapan harga dasar gabah. Didalam pelaksanaan kebijakan tersebut, sehari-harinya pelaku yang ditugasi oleh pemerintah adalah sebuah badan yang disebut BULOG (tingkat pusat) dan dibantu oleh DOLOG (tingkat provinsi) serta sub DOLOG (tingkat kabupaten/kota). Badan ini ditugasi untuk menampung semua hasil pertanian (gabah) yang bekerja sama dengan KUD dimasing-masing wilayah diseluruh Indonesia. Dengan demikian diharapkan agar petani tidak kesulitan untuk menjual hasil panennya, serta harga dijamin tidak akan mengalami perubahan yang dapat menyebabkan kerugian bagi petani. Selain itu pula diharapkan petani tidak mengalami over produksi dalam arti sulit untuk menjual karena barang dipasaran berlebihan. Namun kenyataannya tidak demikian adanya, sebab petani sering menjadi obyek permainan oleh orang-orang yang pandai cari keutungan untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Misalnya, petani sering mengeluh tentang biaya tanam yang begitu tinggi (pupuk dan obat-obatan), karena petani sudah terkondisikan untuk menggunakan pupuk dan obat-obatan meskipun harganya tinggi tetap harus membeli juga agar masa panen tidak gagal. Namun kronisnya begitu panen dan disetor ke dolog melalui KUD ternyata hasilnya yang diterima oleh petani adalah rugi. Karena perbandingan antara biaya yang tinggi dengan penerimaan (harga sudah ditetapkan oleh pemerintah) tidak seimbang dalam artian biaya lebih besar dari pada hasil penjualan yang diterima.
Beras merupakan komoditi pertanian yang sangat mempengaruhi politik di negara kita. Kebijakan beras selama orde baru sebagian besar didasarkan pada keinginan untuk tiga lembaga: pegawai negeri (yang menerima beras sebagai bagian dari gaji); konsumen perkotaan (masyarakat perkotaan); dan produsen pedesaan (petani, baik pemilik, penggarap maupun buruh).
Kelas pegawai negeri, yang berjumlah lebih dari 3 juta jumlah penduduk, merupakan basis utama kekuasaan Orde Baru. Kelompok mendapat keuntungan dengan berbagai cara, termasuk peningkatan gaji, perbaikan kondisi kerja, fasilitas pendidikan bagi anak-anaknya, dan posisi terhormat dalam kehidupan masyarakat. Namun keuntungan yang paling besar adalah tunjangan beras dan komoditi utama lainnya dapat terjangkau dan tersedia.
Karena mayoritas dari mereka itu adalah berpendidikan, paham politik, dan dihormati dalam kehidupan masyarakat, pegawai negeri dan militer merupakan sumber utama terhadap dukungan pemerintah Indonesia. Pada masa Orde Baru, posisi penting kelompok ini diperkuat dengan batasan pemerintah terhadap pengaruh kelompok non pegawai negeri. Tak satu pun dari pemimpin dua partai non pemerintah diberi kedudukan dalam kabinet maupun posisi legislatif yang memiliki kekuasaan. Jumlah rata-rata suara kedua partai ini pada pemilihan umum mulai 1971 s/d 1997 hanya berjumlah sekitar 35% pemilih, yang sebenarnya merupakan taktik pemerintah untuk memobisasi birokrat dalam bentuk partai pemerintah yang disebut Golongan Karya (Golkar). Dengan fasilitas yang dimilikinya, tidak sulit bagi Golkar untuk meraih suara mayoritas.
Konsumen perkotaan, khususnya Jakarta, merupakan kekuasaan eksternal yang harus diatasi dengan suplai reguler padi dengan harga yang terjangkau dan stabil. Penduduk Jakarta sangat peka terhadap kenaikan harga beras dan penyediaan bahan lainnya. Soeharto dan bawahannya harus mengingat efektivitas cara eksploitasi masalah peningkatan harga beras yang dapat menggulingkan pemerintah. Ingat Presiden Soekarno pada tahun 1965 sampai 1966. Begitu pula tantangan yang dihadapi pemerintah Presiden Soeharto hanyalah demonstrasi mahasiswa dan peristiwa Jakarta dari Oktober 1973 sampai Januari 1974, yang dikaitkan dengan krisis beras tahun 1972 sampai 1983. Dan akhirnya pada Mei 1998 yang baru lalu, pemerintah Presiden Soeharto lengser juga dari tampuk kekuasaannya selama 32 tahun, hal ini juga tidak lepas dari masalah yang berkaitan dengan penyedian dan harga beras.
Begitu pula, petani yang merupakan lembaga terkait dengan pengadaan pangan (beras) yang oleh pemerintah Orde Baru direspon dengan positif dalam bentuk subsidi, peningkatan harga serta dukungan organisasi dan infra struktural yang dapat melipatgandakan produksi beras (dari 10,8 menjadi 25,5 juta pon pertahun) antara tahun 1966 sampai 1984. Alasannya banyak didasarkan pada faktor demografi. Dua pertiga penduduk tinggal di Jawa, yang membuatnya sebagai salah satu daerah pedesaan terdapat di dunia. Karena ukuran pulau, topografi dan sistem transportasi pulau ini membuat jalur desa dan perkotaan mudah dan murah.
Hubungan dengan kekuatan ekonomi eksternal juga penting. Jika tidak mengimpor kepentingan lain (seperti pembelian barang industri dan pertanian) pemerintah Indonesia tidak akan dipenuhi dan Indonesia tidak banyak bergantung pada fluktuasi suplai dan permintaan dunia maupun kebijakan pemerintah negara lain.


http://pustakaonline.wordpress.com/2008/03/22/campur-tangan-pemerintah-dalam-penetapan-harga-dasar/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar